Catatan Penulis: Kisah ini penulis ceritakan kembali dengan
sedikit sentuhan sambil mengucapkan terima kasih buat yang melahirkan cerita
ini yang memiliki nilai rohani tinggi sekali.
Ijinkan saya menuliskan kembali dengan menambahkan beberapa kata atau
kalimat dengan maksud kita semua terhibur dan mendapatkan berkat dari Tuhan.
Buat pendeta penulis, Pendeta Lusi Salawane dan Pendeta Linda Saiya
Siagian, terima kasih atas kisah inspiratif yang Bu Pendeta berdua ceritakan, pada
waktu yang berbeda, di kotbah Minggu pagi GPIB Shalom Depok.
***
Seorang pendeta setengah tua dengan tergopoh-gopoh mengikuti anak
perempuan kecil yang raut wajahnya
menyorotkan kecemasan yang mendalam.
Foto: wallope.com |
“Di mana yang sakit,” kata pendeta tua
tersebut.
Dia jadi ikut terbawa suasana. Jadi ikut cemas. Padahal seharus tetap terus
tenang dan sabar.
“Di
dalam, Pak Pendeta. Di kamar saya,” kata gadis kecil itu.
Tak mau menunggu terlalu lama, segera saja pendeta
itu masuk.
Tapi apa yang terjadi???
Dia yang tadi terburu-buru jadi bingung.
Karena
tidak ada siapa-siapa di kamar itu selain seekor kucing mungil yang
sedang tampak lesu dan tak bergairah.
“Siapa
yang sakit,“ kata pendeta.
“Dia, Pak Pendeta. Sudah dua hari enggak mau makan.”
Menghadapi kenyataan itu, setengah lemas, dongkol, kesal, enggak tahu apa
lagi yang ada di benak pendeta, dia ingin menumpahkan
kekesalannya.
Dia juga manusia.
Tapi itu tidak mungkin dia lakukan.
Bingung, Letih dan Kurang Sehat
Tadi habis salaman presbiter, salaman mengantarkan
jemaat pulang setelah selesai beribadah, membuat dia lama berdiri. Sementara tubuhnya sendiri juga tengah dalam kondisi
kurang sehat.
“Ayo, Pak Pendeta. Didoakan biar meauw sehat,” desak
gadis kecil itu tak sabar.
Pak pendeta karena memang telah memiliki kebesaran jiwa dan kerendahan
hati yang mendalam, akhirnya tersenyum. Hilang rasa
kesalnya. Diciumnya kening gadis kecil
itu.
“Ayo, anak manis, kita doakan.”
“Sini berdiri di samping Bapak.”
Gadis kecil itu menggeser posisi berdirinya mendekati
pendeta.
Pendeta menarik nafas sejenak. Bingung apa yang mau dikatakan.
Lalu dengan suara lantang pendeta berseru.
“Hai kucing mau mati, matilah! Mau
hidup, hiduplah.”
“Amin!” disambung cepat si
gadis kecil. Sambil
tersenyum puas. Ada sinar bahagia di dalamnya.
“Sudah ya?”
“Bapak pulang ya?”
“Iya, Pa Pendeta. Terima kasih ya, Pak Pendeta,” sahut
si gadis kecil sambil mengantar ke depan
pintu.
Rupanya pendeta benar-benar sudah kehabisan tenaga. Langkahnya gontai
menuju ke rumah.
Si gadis kecil sangat gembira. Karena setelah didoakan kucingnya mau
makan.
***
Tidak Enaknya Rasa
Kehilangan
Seminggu kemudian.
Si gadis kecil heran karena yang memimpin ibadah Minggu
pagi ini bukan
Pa
Pendeta
yang amat dihormati dan disayanginya.
Padahal dia datang ke gereja selain untuk beribadah, dia juga
membawa
sebuah lukisan yang bagus sekali, yang sekilas kita semua akan kagum
dan tidak menyangka itu dilukis oleh seorang bocah berumur 4 tahun.
Lukisan itu diciptakan menggunakan krayon yang
tampak cantik dan indah. Si gadis memiliki talenta untuk melukis yang
luar biasa rupanya.
Di dalam lukisan tampak si kucing kecil yang sedang duduk manis
sambil kakinya memain-mainkan pintalan benang berwarna merah.
Mengetahui pendeta sedang sakit gadis tersebut lalu pergi ke pastori,
tempat
tinggal pendeta.
Dia jadi berubah sedih dan merasakan satu perasaan
tidak nyaman yang walau dia rasakan tapi sulit menceritakannya.
Dia disambut sengan manis oleh istri pak pendeta.
“Sini
masuk gadis manis,” kata pak pendeta yang sedang terbaring.
Kondisinya memang sudah membaik setelah seminggu merasakan
meriang yang
teramat sangat karena kecapean.
“Bagaimana
kucingmu?”
“Wah sehat, Pa Pendeta. Puji Tuhan.”
“Baguslah.”
Keduanya berbincang melepas rindu. Tapi si gadis kecil merasa ada yang hilang
saat itu. Tidak seperti hari-hari
sebelumnya, saat Pa Pendeta yang penuh humor bercanda dengannya.
***
Rupanya si gadis tahu kini waktunya pendeta untuk beristirahat.
Karena dia rajin sekolah minggu maka dia tahu apa yang harus
dilakukan.
“Pak Pendeta istirahat yang cukup ya,”
ujarnya polos menasihati. “Saya mau
pulang.”
“Banyak
makan, ya, biar cepat sembuh,” tambahnya.
“Iya, anak manis,” kata pendeta sambil mengusap lembut rambut
gadis kecil yang hitam lebat itu.
“Ayo
mari kita berdoa, Pa Pendeta. Gantian saya doakan, ya?” sambil mengangguk memaksa pendeta
mengiyakan.
Pak pendeta karena terpaksa dan tak bisa menghindar, lalu
mengangguk kecil. Dia suka sekali pada
anak kecil yang imut ini.
Dengan tersenyum bahagia mempersilahkan anak gadis kecil tersebut mengambil sikap untuk berdoa
melipat tangan.
Lalu dengan khusuk dia diam sejenak untuk mengambil sikap
teduh. Dia ingat ketika pendeta hendak berdoa, dia juga berdiam diri
sejenak. Mengambil saat
teduh.
Lalu dengan suara lantang dan nyaring gadis kecil itu berdoa.
“Pa Pendeta, mau mati, matilah kau. Mau hidup, hiduplah kau. Amin.”
Gadis kecil itu dengan senyumannya yang polos memandang pendeta sambil yakin 100 persen
pendeta pasti
sembuh.
Bagaimana dengan wajah pendeta itu?
Anda tentu bisa melukiskannya.
***
Ada Pesan Moral
Saudaraku yang dikasihi Tuhan Yesus.
Saya yakin kisah ini tidak asing lagi buat Anda.
Saya sendiri sudah 2 kali mendengarkan dikotbahkan oleh 2 pendeta yang berbeda.
Saya masih terus tertawa mendengarnya, dan iman saya
selalu diperbaharui setelahnya.
Saya harap Anda pun demikian.
Tapi tentu saya punya tujuan menuliskan kembali kisah
ini.
Tapi sebelumnya saya mau bertanya dulu,
“Apa makna atau pesan moral yang terkandung di
dalamnya?”
Mudah-mudahan kita sepakat.
- Hati-hati dengan setiap ucapan dan perkataan yang kita keluarkan.
- Jangan memandang rendah pendengar Anda. Mereka, semuda apapun usianya, serendah apapun pendidikan ataupun status sosialnya ekonominya, dia juga sudah ditompangi hikmat dari Tuhan.
- Hendaklah setiap perkataan yang keluar dari mulut kita berisi firman Tuhan seperti tertulis di:
Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang
menyampaikan firman Allah;
jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang
dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena
Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!
Amin.
|
Atau Anda punya pandangan lain? Mari berbagi.
Semoga tulisan singkat ini memberikan pencerahan. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati
Zainal Abidin Partao