Rokok buat para penikmatnya adalah tuhannya. Satu jam saja tidak merokok, tubuhnya, jiwanya, rohnya tersiksa. “Tidak bisa mikir,” kata seorang teman. “Mulut kering,” kata yang lain. Rokok adalah segalanya baginya.
Sayangnya para perokok ini tidak mau tahu akan lingkungannya untuk melepas kecanduannya. Bila sudah terdesak untuk merokok, tidak peduli siapa di sekelilingnya, apakah ada wanita hamil di situ, ia tidak peduli. Yang penting hajatnya telah terlampiaskan. Itu keburukan yang paling teramat sangat dari perokok. Tidak menghargai orang lain.
Masih banyak lagi keburukan-keburukan lainnya. Berikut ini contohnya:
1. Buang puntung rokok sembarangan. Ini adalah tempat membuang, menyelipkan menyembunyikan puntung rokok paling pavorit.
a. Di pot kembang (di dalam kantor ataupun di luar kantor)
b. Di laci meja
c. Di bawah kaki meja
d. Di bawah karpet
e. Di sudut kusen jendela
f. Di balik pintu
g. Di closet (tidak peduli kloset akan ‘mampet’ karena rokoknya)
2. Membuang punting rokok tanpa di matikan, tidak pernah berpikir bahwa apinya membahayakan karena dapat menimbulkan kebakaran
3. Tidak peduli dengan lingkungan
4. Baju pada bolong kena percikan api rokok
5. Tidak peduli dengan kesehatan keluarga sendiri (anak dan istri)
6. Sama seperti menguap, yang cepat menular, merokok juga cepat menular. Melihat temannya merokok, para perokok terpancing untuk ikut merokok meski di ruangan AC dan tertutup rapat. Ruangan dipenuhi kepulan asap rokok mereka tak peduli.
7. Tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan, jelas ya. Perokok sadar bahwa merokok membahayakan para perokok pasif. Manakala berada di tengah komunitasnya, dan di situ ada peserta yang bukan perokok, dengan canda tanpa rasa bersalah terus meningkatkan frekuensi merokoknya sambil menggoda (meledek) teman yang tidak merokok.
8. Selalu memiliki pembenaran untuk kebiasaan jelek merokoknya.
9. Namun keberanian untuk memperdebatkan kebiasaan merokoknya hanya bila berada di tengah komunitas. Bila dalam posisi komunikasi one to one, berbagai pembenaran tentang kebiasaan merokok luruh, yang muncul perasaan ketidakberdayaan untuk menyembuhkan kebiasaan merokoknya.
Ada produsen obat yang menyediakan program penanggulangan kebiasaan merokok. Seyogiyanya analisa di atas perlu di pertimbangkan untuk keberhasilan programnya.
Kebiasaan merokok ini dimiliki direktur, dirjen, menteri bahkan setingkat presidan. Dan karena itu perusahaan rokok memiliki kesadaran tinggi untuk memproduksi rokok tanpa merek namun menempelkan symbol garuda di bungkusnya.
Maka perokok akan bangga bila mendapatkan souvenir berupa rokok istana tadi.
Bila kita ingin memerangi perokok yang tidak mengenal tempat, perangi mulai dari istana. Apakah mungkin?
BAIKNYA PEROKOK
Tidak harus punya penghasilan tetap, tidak harus punya uang untuk bisa merokok. Para perokok, tanpa diminta akan menawarkan rokoknya kepada orang di dekatnya saat akan merokok.
Satu batang rokok diisap beramai-ramai, antri satu orang satu isapan bukan hal aneh. Ini bisa terjadi di lingkungan pendidikan yang dilakukan siswa yang mendapatkan treatment khusus berupa larangan merokok. Karena tidak ada persediaan satu rokok diisap bersama.
Satu batang rokok bisa diisap selama satu minggu. Ini artinya perokok bisa disiplin menghemat. Padahal untuk menghemat di tengah inflasi yang tinggi dan nilai rupiah makin turun di sisi lain dorongan konsumerisme meningkat membuat uang cepat habis.
Tapi para perokok masih mampu mencari solusinya. Mereka memang luar biasa.
Bagaimana pendapat Anda?
Dua telinga mulut satu.
God loves you, God bless you
Depok, 23 September 2010.